Wednesday, May 31, 2017

SINOPSIS Film A Muse (Eun Gyo) [2012] Part 2

 
 

Ji Woo yang sudah putus asa karena tidak ada selembarpun tulisan yang bisa dibuatnya, mencoba menelpon eun gyo, memintanya untuk membawakan beberapa obat.

Ji woo : Eun Gyo, bisakah kau membantuku ? sepertinya aku kurang enak badan, bisakah kau membawakanku obat, mungkin beberapa aspirin.

Eun gyo pun datang ke apartemen Ji Woo. Ji Woo membiarkan pintu apartemennya terbuka agar Eun Gyo dengan mudah menemukan apartemennya. Eun Gyo menemukan sebuah pintu terbuka dan mencoba masuk ke dalam, dia bersuara menanyakan apakah Ji Woo ada di dalam.

 
 
 

 

Mendengar Eun Gyo sudah datang, Ji woo berjalan menuju pintu apartemennya dan langsung menutup pintu itu dengan sedikit keras. Eun gyo menunjukkan bungkusan plastik berisi obat sesuai permintaan Ji woo sembari menanyakan bagaimana keadaannya. Tiba-tiba saja Ji woo berteriak pada Eun Gyo,

Ji Woo : YA !!!! sambil memegang erat lengan Eun Gyo dengan kasar, Ji woo mengintrogasi Eun Gyo. “Apa yang sebenarnya sudah kau lakukan pada Juk yo sonsengnim ?”
Eun Gyo : memangnya apa yang aku lakukan pada kakek ?
Ji Woo : Juk yo sonseng bukan orang yang seperti dalam pikiranmu, hardik Ji woo
Eun Gyo : Bagaimana kamu tahu apa yang aku pikirkan tentang kakek ? apa maksudmu ? memangnya aku berpikir apa tentang kakek ?, Eun Gyo membela diri. “Dasar lelaki brengsek”
Ji woo ; apa ? brengsek ? kau bilang brengsek ?

Ji woo yang tidak terima dengan ucapan Eun gyo, menyergapnya dan menggoncang Eun Gyo. Name tag Eun Gyo terlepas hingga membuat dadanya terluka.

Ji woo : Kau menempatkan Juk yo sonseng dalam bahaya, jika bukan karena cermin bodohmu itu. Iya benar, cermin itu, jika saja kau tidak merengek karena cermin itu, sonsengnim tidak akan mempertaruhkan nyawanya.
Eun gyo : kaulah yang membuat cermin itu terjatuh, balas eun gyo sambil mendorong bahu Ji woo.
Ji woo : memangnya apa istimewanya cermin itu, hah !! itu hanya satu dari ribuan hasil pabrik yang dijual di pasar. Kau bisa membeli lagi yang sama persis dengan itu, bukaknkah itu hanya tipuanmu saja, hah !! (maksudnya, cermin itu hanya tipuan eun gyo saja untuk merayu kakek,)
Eun gyo : sudah kubilang, kan, kalau itu adalah hadiah ulang tahun dari ibuku, teriak Eun gyo.
Ji woo : JADI !!! hah, apa ?? apa cermin itu di isi dengan cinta ibu, atau sejenisnya atau bagaimana ?? hah ??

Eun gyo memilih menyerah dari perdebatan itu. Dia memegang dadanya yang terluka karena tertusuk oleh name tagnya. Ji woo melihat Eun Gyo yang kesakitan memegang dadanya yang berdarah juga berhenti membentak eun gyo, ia mengambil beberapa tisu dan menyodorkannya pada Eun gyo.



Eun gyo menerima tisu tersebut dan mengelap darah di dadanya. Sekilas Ji woo melihat tato burung dari balik seragam Eun go. Tapi seketika itu juga Ji woo mengalihkan pandangannya dari Eun gyo.


Eun gyo : Ternyata aku sudah lupa kalau Ji Woo sonsengnim adalah tukang kibul.
Ji woo : apa ? tukang kibul ?
Eun gyo : sebenarnya, kakek menceritakan padaku tentang pertemuan kalian berdua untuk yang pertama kali.
Ji woo : apa yang kamu dengar dari sonsengim ?
Eun gyo : kakek mengatakan, bahwa kau butuh 10 tahun untuk menyadari bahwa semua bintang itu sebenarnya tidak sama.

Flash Back




Saat itu, kelas Juk yo sedang berlangsung. Di papan tertulis (sepertinya puisi). Juk yo melontarkan pertanyaan pada mahasiswnya.

Juk Yo : Chaaa….. menurut kalian apa artinya “itu” dalam puisi ini ? hmm ??, kemudian Juk Yoo menuliskan kata “Byeol” (artinya: bintang) di papan tulis. (Juk Yo menanyakan makna kata “bintang” dalam puisi yang tertulis di papan tulis). Juk Yo kemudian menjelaskan panjang lebar mengenai maksud dari puisi tersebut.

Kemudian ada seorang mahasiswa yang mengangkat tangannya, itu adalah Ji woo.

Ji woo : sambil mengangkat tangan, ia bertanya pada Juk yo, “Pak, membandingkan sesuatu yang indah seperti bintang pada sebuah pembayaran angsa atau dinding penjara dianggap sebuah puisi yang sentimenkah?”
Juk yo : kamu siapa ? sepertinya aku baru melihatmu.
Ji woo : namaku Seo Ji woo, mahasiswa tingkat dua dari departemen teknik anorganik. Ji woo memperkenalkan diri.
Juk yo : meskipun aku tidak tahu siapa yang mengatakan bahwa bintang itu indah, tapi yang jelas “bintang” tidak indah ataupun jelek. “Bintang”, ya hanyalah bintang. Mungkin untuk orang2 yang sedang dimabuk asmara “bintang” itu indah. Namun bagi yang sedang lapar, bintang bisa saja terlihat seperti camilan yang lezat. Dan jika kamu ada di industry anorganik, “bintang”, mungkin terlihat penuh dengan pestisida. ( Yup yap yap, segala sesuatu adalah tergantung dari sudut mana kita memandangnya. RELATIF).
Ji woo : Pak, anorganik itu berarti bahan seperti keramik dan mineral, bukan makanan anorganik. Ji woo menyela. Dan keduanya tertawa.

Flash back end



Ji woo : selain itu, apalagi yang dikatakan oleh sonsengnim ?
Eun gyo : tentang saat kakek pergi ke penjara, ia mengatakan bahwa ia mempelajari bagaimana cara memperbaiki mobil di sana. Kakek mengatakan bahwa ia bisa menyatukan kembali mobil yang sudah terpisah-pisah.
Ji woo : Maksudku, apa ada lagi yang dikatakan sonsengnim mengenai aku ?
Eun gyo : entahlah, aku tidak tahu. Apakah ada sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku ketahui ?

Ji woo tidak menjawab pertanyaan eun gyo. Eun gyo lalu bangkit dari sofa dan mengambil sebuah novel.

Eun gyo : Ohh.. jadi ini “The Heart” (The Heart : judul novel yang ditulis oleh Ji woo). Aku ingin membaca novel ini, jadi pinjamkanlah padaku.





Di ruang kerja Kakek

Ji woo masuk ke ruang kerja kakek yang disana sudah ada Eun gyo. Ia mengintip ke dalam tas Eun gyo yang sedikit terbuka tegantung di kursi. Ia menemukan novel “The Heart” ada dalam tas Eun gyo. Ji woo lalu menanyakan apakah Eun gyo membaca novel itu. Eun gyo menjawab bahwa ia tidak sempat membacanya karena sibuk ujian. Ji woo lalu berkata, jika kau tidak bisa membacanya maka jangan dibaca, itu hanya sebuah novel komersial yang vulgar. Tapi Eun gyo sibuk memindahkan buku-buku kakek dan mengacuhkan Ji woo. Ji woo jadi kesal sendiri karena diacuhkan. Hingga saat Eun gyo ingin memindahkan sebuah peti antik milik kakek, Ji woo langsung melompat kearah Eun gyo dengan maksud mencegah apa yang ingin dilakukan eun gyo pada peti itu.

Ji woo : ya!, ya! , ya! apa yang sedang kau lakukan ?nim
Eun gyo : Aish… memangnya kenapa ???. Kakek meletakkan tulisan-tulisannya di dalam peti ini, peti ini letaknya terlalu jauh dari meja.
Ji woo : kau sudah melihat sonsengnim menulis ?
Eun gyo : (menghela napas) sulit bagi kakek untuk bolak-balik dari meja ke peti ini untuk meletakkan tulisannya, jadi tempat itu sangat sempurna (menunjuk kea rah sisi meja).
Ji woo : Aih,, jangan, jangan. Sonsengnim sebal jika ada barang-barangnya tidak pada tempatnya. Beliau tidak suka perubahan.

Ji woo dan eun gyo terus saja tarik-menarik dengan peti itu.

Ji woo : Peti itu sudah ada dan letaknya ada di situ bahkan sebelum kau lahir. Ini usianya lebih tua darimu.

Kemudian Ji woo mencoba menggeser kembali peti itu ke tempatnya semula. Tapi sekejap kemudian Eun gyo menduduki peti itu, menghalangi aksi Ji woo.

Eun Gyo : lalu memangnya kenapa kalau peti ini lebih tua dariku. Cepat bantu aku memindahkannya, ini lebih baik jika berada di dekat meja.

Ji woo menyuruh Eun gyo untuk menyingkir, tapi Eun gyo enggan untuk beranjak dari peti itu. Ji woo terus saja mendorong Eun gyo agar turun dari peti itu, sesekali menggelitik eun gyo. Mereka berdua berebut peti itu sambil bercanda ketawa ketiwi. (wkwkwkwk). Aksi gelitik-menggelitik itu membuat peti terbalik dan beberapa kertas menyembul keluar, bersamaan dengan itu terdengar dari luar suara pintu rumah terbuka, Juk yo sudah pulang. Eun gyo yang mendengar suara itu langsung berlari keluar ruang kerja menghampiri kakek. Ji woo yang tetap tinggal di ruang kerja kakek membetulkan kembali peti yang terbalik dan memasukkan beberapa kertas yang menyembul ke luar dari peti itu. Ia terhenti karena menemukan tulisan kakek, di cover depan kertas itu tertulis “Eun Gyo”. Ji woo kemudian membacanya. Ji woo mendengar suara kakek dan Eun gyo menuju ruang kerja, Ji woo dengan sigap langsung meletakkan tulisan itu kembali dan menutup peti serta menggeser peti itu kembali ke tempatnya semula.





Eun gyo : Kakek, aku membersihkan ruang kerjamu seharian.
Juk yo : ah, benarkah, kau melakukannya ?
Eun gyo : ya, tapi aku tidak berbuat banyak. Ah kakek, aku ingin memindahkan peti itu demi kenyamananmu, tapi orang ini tidak membiarkannya.
Juk yo : (kakek melihat kea rah Ji woo dan bertanya apa yang sedang Ji woo lakukan disini). Eun gyo ya….. biarkan sajalah…. Setiap furniture kayu, seperti mengambil akar di tempat tertentu. Itu letaknya sudah di situ sebelum kau lahir. Jadi tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mencabutnya. ( ga ngerti ini kakek ngomong apa hihihihihihi)
Eun gyo : maafkan aku.
Ji woo : Pak, tanggal pertemuan sudah ditetapkan, ini akan diadakan hari senin saat makan siang. Aku membuat reservasi di restoran favoritmu.
Juk yo : siapa yang akan datang ?
Ji woo : Pejabat wilayah dan orang-orang dari museum sastra Camellia.

Eun gyo menyela pembicaraan mereka berdua dan mengatakan bahwa ia juga ingin pergi ke sana. “Kakek, bisakah aku juga ikut?” Ji woo memandang eun gyo, Ya!!, kau pikir tempat itu tempat seperti apa?. Eun gyo membela diri, memangnya itu tempat yang tidak boleh aku datangi ?. Kakek, aku bisa pergi setelah selasai sekolah dan kakek bisa menjemputku. Hmmm… sepertinya bisa sekitar jam 6 sore, kita makan makanan enak di sana, kata kakek. Yes…. Teriak eun gyo senang… benar ya kakek… kita akan makan makanan enak di sana….!!!!.

Eun gyo : Kakek, ngomong-ngomong apa kau perah membaca “The Heart” ?
Juk yo : “The Heart” ? Apa Eun gyo membaca “The Heart” ?

(Ji woo terlihat terkejut karena pertanyaan Eun gyo)

Eun gyo mengiyakan bahwa ia membacanya. Lalu kakek menyakan pendapat Eun gyo , apakah eun gyo menyukainya ?. Eun gyo mengatakan bahwa ia sangat terkejut, novel itu sangat bagus. Eun gyo menyakan balik bagaimana pendapat kakek mengenai novel “The Heart”.

Juk Yo : hmm…. Itu memang sejenis novel, tapi bukan hanya sekedar novel. Itu puitis, dan menunjukkan introspeksi mendalam manusia ….

Ji woo memotong perkataan kakek, dengan menyerahkan sebuah amplop

Eun gyo : Tapi sepertinya kupikir Seo Ji woo sonsengnim tidak menyukai novel itu. Ia bahkan menyebut novel itu hanya novel komersial dan vulgar.
Ji woo : Aniya sonsengnim, maksudku bukan seperti itu, Ji woo gagap
Juk yo : Tidak peduli seberapa tidak kompetennya seorang anak, orang tua tidak akan pernah membuang anaknya.

Bersambung ke part 3